Ditulis oleh Rezky Amelia Putri (Ketua Umum Kohati Periode 1446-1447 H/2024-2025)
Peran ganda sebagai pekerja domestik sekaligus pekerja profesional seringkali menciptakan beban mental bagi perempuan. Peran domestik mencakup peran perempuan sebagai istri, ibu, dan pengelola rumah tangga. Sementara peran perempuan sebagai pekerja professional mencakup perempuan sebagai tenaga kerja, anggota masyarakat, dan manusia pembangunan. Peran perempuan sebagai tenaga kerja yang turut andil dalam kegiatan ekonomis sesuai dengan keterampilan dan pendidikannya menimbulkan banyak implikasi kesehatan mental. Dalam era modern, banyak perempuan yang harus menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga yang dapat menyebabkan stress, kecemasan, dan kelelahan. Stress ini berasal dari tekanan untuk memenuhi ekspetasi di kedua area yang seringkali terjadi tanpa dukungan yang memadai. Penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang mengalami peran ganda lebih rentan terhadap gangguan kesehatan mental, seperti depresi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada keluarga yang suami dan istri yang sama sama bekerja, stress psikologis yang lebih besar lebih dialami oleh pihak istri. Salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah karena terbatasnya peran laki-laki dalam urusan rumah tangga dan pengasuhan anak. Peranan suami sangat penting dalam pembagian tugas rumah tangga tetapi, perempuan yang bekerja merasa bahwa peran dan tanggung jawab terhadap keluarga lebih besar dibandingkan pekerjaan karena adanya persepsi peran gender dalam budaya patriarki yang menganggap kodrat perempuan berada pada urusan keluarga dan pengasuhan anak. Persepsi ini akhirnya menimbulkan konflik pekerjaan-keluarga yang terjadi pada perempuan dimana satu sisi ia harus melakukan pekerjaan di kantor dan di sisi lain harus memperhatikan keluarga secara utuh. Selain itu, kurangnya waktu untuk diri sendiri mengurangi kesempatan untuk relaksasi dan perawatan diri yang sangat penting untuk kesehatan mental.
Keinginan perempuan untuk menjalankan kedua peran dengan sempurna terkadang saling bertentangan satu dengan lain sehingga dapat menimbulkan konflik pada perempuan pekerja. Oleh karena itu, penting bagi organisasi dan masyarakat untuk memahami tantangan ini dan menciptakan lingkungan yang mendukung termasuk fleksibilitas jam kerja dan kebijakan cuti yang lebih baik. Tempat-tempat pekerjaan juga dapat menerapkan kebijakan ramah keluara seperti penyediaan layanan konsultasi, menyediakan ruang laktasi yang nyaman, penyediaan layanan penitipan anak. Dengan demikian, perempuan dapat merasa lebih berdaya dan seimbang yang pada akhirnya berdampak positif pada kesehatan mental mereka. Mendorong kesetaraan dalam pembagian tanggung jawab di rumah dan di tempat kerja juga menjadi solusi untuk mengurangi beban peran ganda tersebut.